Pertanyaan:
Apakah boleh sholat di-jamak atau di-qashar ketika ada acara walimahan? Mohon penjelasannya ustadz.
(Diah)
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.
Meng-qashar shalat artinya meringkas raka’at shalat yang ruba’iyah (4 raka’at) menjadi 2 raka’at. Sedangkan menjamak shalat artinya menggabungkan dua shalat di satu waktu.
Adapun meng-qashar shalat, ia hanya dapat dilakukan dalam kondisi safar. Oleh karena itu, tidak boleh meng-qashar shalat karena acara walimah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
والقصر سببه السفر خاصة ، لا يجوز في غير السفر. وأما الجمع فسببه الحاجة والعذر
“Dan sebab bolehnya meng-qashar shalat adalah hanya ketika safar secara khusus, tidak boleh dilakukan pada selain safar. Adapun menjamak shalat, dibolehkan ketika ada kebutuhan dan udzur” (Majmu’ Al-Fatawa, 22/293).
Adapun masalah menjamak shalat, para ulama berbeda pendapat tentang sebab-sebab yang membolehkan untuk menjamak shalat. Ulama Hanafiyah hanya membolehkan menjamak hanya bagi jama’ah haji yang sedang wukuf di Arafah. Dan tidak boleh menjamak shalat pada selain keadaan tersebut.
Sedangkan jumhur ulama, yaitu ulama Hanabilah, Syafi’iyah, dan Malikiyah membolehkan untuk menjamak shalat dalam kondisi safar, ketakutan, sakit, dan hujan.
Yang paling longgar adalah ulama Hanabilah, yang mereka membolehkan untuk menjamak shalat jika ada masyaqqah (kesulitan) secara umum. Ulama Hanabilah membolehkan menjamak shalat untuk wanita yang istihadhah, wanita yang menyusui yang pakaiannya sering terkena air kencing anaknya, dan orang-orang yang memiliki masyaqqah (kesulitan) secara umum. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan:
جمع رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بين الظهرِ والعصرِ ، والمغربِ والعشاءِ بالمدينةِ من غيرِ خوفٍ ولا مطرٍ ، فقيل له : ما أراد بذلك ؟ قال : أراد ألا يُحرِجَ أُمَّتَه
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjamak shalat Zhuhur dan shalat Ashar, dan menjamak shalat Maghrib dan Isya, di Madinah padahal tidak sedang dalam ketakutan dan tidak hujan”. Ibnu Abbas ditanya: “Mengapa Rasulullah melakukan demikian?”. Ibnu Abbas menjawab: “Beliau tidak ingin membuat sulit umatnya” (HR. Muslim no. 705).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
وأوسَعُ المذاهِبِ في الجَمْعِ بين الصلاتين مذهَبُ الإمام أحمد؛ فإنَّه نص على أنه يجوز الجمع للحَرَج والشُّغل بحديثٍ رُوِيَ في ذلك، قال القاضي أبو يعلى وغيره من أصحابه: يعني إذا كان هناك شُغْلٌ يبيح له تَرْكَ الجُمُعة والجماعةِ جاز له الجمْعُ
“Madzhab yang paling longgar dalam masalah menjamak shalat adalah madzhab Hambali. Karena ulama madzhab Hambali menegaskan bolehnya menjamak shalat karena ada kesulitan dan kesibukan. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan tentang hal ini. Al-Qadhi Abu Ya’la dan ulama Hambali yang lain mengatakan: Maksudnya boleh menjamak shalat karena adanya kesibukan yang membolehkan untuk meninggalkan shalat Jum’at dan shalat jama’ah, maka boleh untuk menjamak shalat” (Fatawa Al-Kubra, 2/31).
Dari paparan di atas, kita ketahui bahwa mayoritas ulama, yaitu ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyah tidak membolehkan untuk menjamak shalat karena acara Walimah Nikah.
Lalu jika berlandaskan pandangan ulama Hanabilah, apakah boleh menjamak shalat karena acara walimah? Apakah acara walimah termasuk kesulitan dan kesibukan yang membolehkan untuk menjamak shalat?
Dalam hal ini ulama Hanabilah pun berbeda pendapat. Sebagian ulama, di antaranya Syaikh Sulaiman Al-Majid, membolehkannya. Namun pendapat yang rajih (kuat) dari para ulama adalah yang mengatakan bahwa acara walimah nikah tidak menjadi sebab yang membolehkan untuk menjamak shalat bagi mempelainya. Karena kesulitan yang ada tidak terlalu besar dan masih memungkinkan untuk shalat di pada waktunya masing-masing tanpa kesulitan yang berarti.
Asy-Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah mengatakan:
لا يجوز ترك الصلاة لأجل المُناسبات ولا تأخيرها عن وقتها، بل الواجب أداء الصلاة في المساجد قبل الحضور إلى محل الحفلات، وإذا لم يكن هناك مساجد لزم أداء الصلاة في مقر ذلك الحفل، ولا يضر استهزاء الآخرين بأولئك المُصلين ذكورًا أو إناثًا، فالمرأة تُصلي في بيتها قبل أن تذهب إلى مقر الحفل، ولها أن تُؤخر الصلاة إلى أن ترجع في بيتها إذا رجعت قبل خروج الوقت
“Tidak boleh sang pengantin pria meninggalkan shalat karena acara pernikahan. Dan tidak boleh ia menunda hingga keluar dari waktunya. Bahkan wajib baginya untuk mengerjakan shalat di masjid sebelum menghadiri acara pesta pernikahan. Jika tidak ada masjid yang dekat, maka ia boleh mengerjakan shalat di tempat pesta pernikahan diadakan. Dan adanya orang yang mencibir orang-orang yang shalat baik yang laki-laki ataupun perempuan, itu tidak membahayakan. Mempelai wanita hendaknya shalat di rumahnya sebelum ia pergi ke acara pesta pernikahan. Dan ia (mempelai wanita) boleh mengakhirkan shalatnya ketika nanti sudah kembali ke rumahnya sebelum habis waktu shalat” (Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, no.3257).
Syaikh Shalih Al-Fauzan ketika ditanya tentang calon pengantin wanita yang hendaknya menjamak shalatnya di malam pengantin untuk menjaga riasannya yang bisa hilang jika terkena air wudhu. Beliau menjawab:
لا يجوز فيه الجمع بين الصلاتين. لأن الواجب أن تصلى كل صلاة في وقتها. ولا يجوز الجمع إلا في حالات خاصة كحالات المرض التي يحتاح إلى الجمع كحالات السفر التي تقصر فيها الصلاة وحالات المطر بين المغرب والعشاء. هذه حالات الجمع وما عداها فلا يجوز فيه الجمع بين الصلاتين لأي غرض إلا بما كان في معنى هذه الأعذار المذكورة. والذي ذكرتها ليس بعذر يبيح لها الجمع بين الصلاتين
“Tidak diperbolehkan untuk menjamak shalat dalam keadaan demikian (acara walimah). Karena yang wajib adalah mengerjakan shalat pada waktunya masing-masing. Tidak boleh menjamak shalat kecuali pada kondisi-kondisi khusus. Seperti kondisi sakit yang membutuhkan untuk menjamak shalat. Seperti kondisi safar yang membolehkan untuk meng-qashar shalat. Seperti kondisi hujan, boleh menjamak shalat maghrib dan isya. Ini adalah kondisi-kondisi yang membolehkan untuk menjamak. Adapun selainnya, maka tidak diperbolehkan untuk menjamak shalat apapun tujuannya. Kecuali jika semakna dengan kondisi-kondisi yang tadi disebutkan. Adapun apa yang ditanyakan oleh penanya tadi, bukanlah udzur yang membolehkan untuk menjamak shalat” (Sumber: حكم جمع المرأة بين الصلاتين للحفاظ على زينتها – الشيخ صالح الفوزان).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid juga mengatakan:
والانشغال بالتزين ، أو استقبال الضيوف : ليس عذرا للجمع ؛ لإمكان دفع المشقة والحرج فيه بتقديم وقت التزين ، أو تأخيره ، أو تخفيفه ، أو تجزئته بما لا يتعارض مع وقت الصلاة
“Sibuk dengan urusan riasan, atau harus menerima tamu, ini bukanlah udzur untuk menjamak shalat. Karena kesulitan masih memungkinkan untuk dihindari dengan memajukan waktu untuk berhias atau memundurkannya. Atau sekedar berhias dengan hiasan yang sederhana. Atau mengatur waktunya sehingga tidak bertabrakan dengan waktu shalat” (Fatawa Islam Sual wa Jawab, no. 216364).
Demikian juga para ulama dalam lembaga fatwa Dairatul Ifta Urduniyah di Yordania memfatwakan:
لا يجوز جمع الظهر مع العصر، ولا المغرب مع العشاء بسبب الانشغال بالعرس؛ لأن الجمع رخصة لها أسباب محددة شرعًا وليس هذا منها
“Tidak tidak menjamak dzuhur dan ashar atau maghrib dan isya karena kesibukan urusan pesta pernikahan. Karena menjamak shalat adalah keringanan yang berlaku ketika ada sebab-sebab yang tertentu dalam syariat. Dan hal ini (pesta pernikahan) tidak termasuk” (Fatawa Dairatul Ifta Urduniyah no.1013).
Oleh karena itu kami nasehatkan kepada seluruh kaum Muslimin yang mengadakan acara pesta pernikahan, agar mereka bertakwa kepada Allah dan melaksanakan shalat 5 waktu pada waktunya masing-masing. Tidak menjamaknya dan tidak meninggalkannya. Semoga dengan demikian Allah ta’ala memberi keberkahan kepada pernikahannya.
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa sallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.