Pertanyaan:
Saya berangkat bekerja setiap hari dengan mengendarai mobil. Dan terkadang jalan yang saya lewati terdapat bangkai yang sudah mengering di tengah jalan. Setahu saya, bangkai itu najis bukan?! Lalu apakah ban mobil saya menjadi najis? Sehingga ketika mobil masuk garasi, kemudian lantai garasi saya menjadi najis pula? Dan bisa jadi saya juga menginjak lantai garasi dan najisnya terbawa sampai ke dalam rumah juga? Mohon penjelasannya karena saya cukup bingung.
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.
Ini adalah was-was berlebihan dalam masalah najis. Dan was-was itu adalah penyakit. Oleh karena itu kita diperintahkan untuk minta perlidungan dari was-was. Allah ta’ala berfirman:
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
“Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan was-was syaitan yang biasa bersembunyi” (QS. An-Nas: 1 – 4).
Oleh karena itu pikiran was-was janganlah dipelihara dan hendaknya berusaha untuk dihilangkan.
Adapun masalah najis, para ulama membedakan antara najis kering dengan najis basah. Najis yang dalam keadaan kering dan tidak berpindah tempat atau menempel ketika disentuh, maka tidak menularkan sifat najisnya. Syaikh Shalih Al-Fauzan mengatakan:
وإذا لمس الإنسان نجاسة رطبة؛ فإنه يغسل ما لمسها به من جسمه؛ لانتقال النجاسة إليه، أما النجاسة اليابسة؛ فإنه لا يغسل ما لمسها به؛ لعدم انتقالها إليه
“Jika seseorang menyentuh najis yang basah, maka ia cukup mencuci bagian tubuhnya yang terkena najis saja. Adapun jika najis itu kering, maka tidak perlu dicuci jika menyentuhnya, karena sifatnya najisnya tidak berpindah kepadanya” (Muntaqa al-Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 18/48).
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:
لا يضر لمس النجاسة اليابسة بالبدن والثوب اليابس ، وهكذا لا يضر دخول الحمام اليابس حافياً مع يبس القدمين لأن النجاسة إنما تتعدى مع رطوبتها
“Tidak berbahaya jika najis yang kering tersentuh pada badan atau pakaian yang kering juga. Demikian juga tidak berbahaya jika masuk ke toilet yang kering dengan kaki yang kering pula, karena najis hanya berpindah ketika dalam kondisi basah” (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 1/194).
Demikian juga jika pakaian atau badan kita menyentuh najis yang basah, namun dalam keadaan ragu ada-tidaknya najis di sana. Maka hukumnya asalnya pakaian dan badan Anda tetap suci, tidak najis. Semisal jalan raya yang Anda lewati, bisa jadi ada najis dan bisa jadi tidak. Bisa jadi masih ada, bisa jadi sudah hilang. Ini hal yang tidak pasti dan tidak yakin. Maka tidak perlu was-was, karena ban mobil Anda hukumnya tetap suci, demikian juga lantai garasi Anda, demikian lantai rumah Anda.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
إذا لمس بيده وهي رطبة ما يشك في نجاسته؛ ما عليه شيء، الأصل الطهارة، أما إن لمس شيئًا رطبًا نجسًا، أو يده رطبة فيها ماء، ولمس النجس؛ يغسل يده فقط، والباقي ما يضره
“Jika tangan seseorang menyentuh najis dalam keadaan basah namun ia ragu tentang kenajisan benda tersebut, maka ia tidak memiliki kewajiban apa-apa. Hukum asalnya ia suci. Adapun jika ia menyentuh najis yang basah yang diyakini adanya, atau tangannya yang basah menyentuh najis yang kering, maka ia cukup mencuci tangannya saja. Adapun anggota tubuhnya yang lain tidak terbahaykan” (Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/19751/).
Prinsipnya, hukum asal benda-benda yang ada di sekitar kita itu suci. Tidak boleh mengatakannya najis kecuali yakin dan pasti bahwa ada najis di sana. Selama tidak tahu atau tidak yakin akan adanya najis, maka hukum asalnya suci dan bukan najis. Sebagaimana kaidah fiqhiyyah lainnya yang disebutkan para ulama:
اليقين لا يزول بالشك
“Sesuatu yang yakin tidak bisa gugur dengan keraguan”.
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa sallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in. (Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom )